Pertemuan antara pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan digelar dalam beberapa pekan mendatang. Namun ketegangan antara kedua negara hingga kini belum mereda.
Dalam pernyataan baru dikeluarkan oleh kantor berita resminya (KCNA), Korut mengaku tersinggung dengan klaim Trump yang menyebut bahwa tekanan politik dan sanksi dari AS lah yang membuat negara tersebut mau berdamai.
"Presiden Trump mengatakan bahwa tekanan politik dan sanksilah yang membuat Korut mau dibawa ke meja perundingan. Klaim itu sangat 'menyesatkan'," demikian pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut, dikutip dari laman Washington Post, Minggu (6/5).
Juru bicara Kemenlu Korut juga menilai bahwa klaim tersebut merusak perdamaian yang baru saja berkembang di Semenanjung Korea setelah KTT akhir bulan lalu dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dilakukan.
"AS dengan sengaja memprovokasi Korut saat situasi di Semenanjung Korea sedang bergerak menuju perdamaian dan rekonsiliasi," tegasnya. Pernyataan baru dikeluarkan oleh Korut ini tampaknya ditujukan untuk memperkuat posisi Kim dalam pertemuannya dengan Trump.
Korut juga menegaskan bahwa situasi ini terjadi adalah karena Kim menginginkannya. Sebagaimana diketahui, Trump dan sederet pejabat senior AS secara berulang kali menyebut bahwa kebijakan keras AS terhadap Korut, dan mitranya China, yang telah memainkan peran besar dalam membalikkan situasi di Semenanjung Korea.
Memang, tahun lalu ambisi Kim terkait program nuklirnya sangatlah besar. Dia dengan gencar meluncurkan senjata nuklir hingga menyebabkan ketegangan dengan sejumlah negara. Kim juga kerap terlibat adu mulut dengan Trump dan saling melempar hinaan melalui perwakilan masing-masing.
Kini keadaan berbalik 180 derajat. Setelah menggelar KTT dengan Korsel, Korut menyatakan bersedia melakukan denuklirisasi. Bahkan, Kim juga bersedia menggelar pertemuan dengan presiden AS untuk pertama kalinya pada akhir Mei atau awal Juni mendatang.
No comments:
Post a Comment